Sah! – Membangun usaha melalui dunia kuliner atau membuka restoran tentu dapat mengundang keuntungan yang tidak sedikit. Akan tetapi, hal tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa adanya kewajiban pajak yang cukup banyak untuk ditangguhkan.
Sebagai pelanggan, seringkali kita melihat tarif pajak yang dibayar tercantum pada struk pembayaran setelah dilakukannya pembayaran di kasir. Melalui struk tersebut, ada berbagai macam tarif pajak yang dikenakan baik terhadap pihak restoran maupun pelanggan.
Hal tersebut secara tidak langsung memberi pengetahuan bagi mereka yang ingin membuka bisnis rumah makan atau restoran namun masih cukup awam terkait segala kewajiban yang harus ditanggung.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai apa itu pajak restoran dan apa saja kewajiban pajak yang termasuk ke dalam pajak restoran.
Pengertian Pajak Restoran
Sebagaimana diatur melalui Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), pajak restoran merupakan pajak yang dikenakan atas pelayanan yang diberikan oleh restoran.
Adapun yang termasuk dengan restoran yang dimaksud antara lain meliputi rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan lain-lainnya yang termasuk sebagai jasa boga atau katering.
Sehingga, pajak yang tercantum pada setiap struk pembayaran untuk makanan dan minuman disebut sebagai Pajak Restoran atau Pajak Bangunan 1 (PB1). Hal ini seringkali disalahartikan oleh banyak orang bahwa pajak yang tercantum merupakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN.
Menurut peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di awal, diatur bahwa pajak restoran masuk ke dalam kategori pajak daerah atau pajak kabupaten/kota.
Selain itu, kini Pajak Restoran atau PB1 telah masuk ke dalam kategori Pajak Barang dan Jasa Tertentu atau PBJT dan telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Objek, Subjek, dan Wajib Pajak dari Pajak Restoran
Mengenai pihak yang dikenakan Pajak Restoran, adapun beberapa pihak yang menanggung Pajak Restoran atau PB1 antara lain yaitu :
- Objek dari Pajak Restoran atau PB1 adalah pelayanan yang disediakan dari restoran terkait pelayanan penjualan makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli baik di tempat restoran maupun di tempat lain atau dibawa pulang.
- Subjek dari Pajak Restoran atau PB1 adalah pembeli yang menggunakan layanan dari restoran tersebut.
- Wajib Pajak Restoran atau PB1 adalah wajib pajak yang berkewajiban memungut dari pembeli lalu disetorkan ke kas negara.
Tarif Pajak Restoran
Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), diatur bahwa tarif Pajak Restoran dikenakan paling tinggi sebesar 10% dari DPP.
Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menentukan besaran tarif Pajak Restoran atau PB1 di wilayahnya masing-masing.
Akan tetapi, besaran tarif dari Pajak Restoran tidak boleh melebihi batas yang ditentukan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait.
Namun, sebagian besar kabupaten atau kota menetapkan tarif maksimal untuk Pajak Restoran atau PB1 sebagaimana diatur tarifnya dalam undang-undang tersebut.
Selain peraturan perundang-undangan di atas, melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 pada Pasal 58 ayat (1) juga mengatur batas maksimal untuk tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) termasuk Pajak Restoran atau PB1 yakni sebesar 10%.
Kewajiban Perpajakan Bisnis Restoran
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Pajak Restoran tidaklah sama dengan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN. Pajak Restoran atau PB1 dipungut oleh Pemerintah Daerah, sementara Pajak Pertambahan Nilai dipungut oleh Pemerintah Pusat.
Selain itu, kewajiban lain dari pelaku usaha bisnis restoran adalah melaporkan Surat Pemberitahuan atau SPT Masa dan SPT Tahunan jika pelaku usaha melakukan pemungutan antara lain :
- Pemungutan atas pembayaran gaji, tunjangan, atau bonus untuk karyawan atau pihak lain yang berjasa.
Hal ini diatur melalui Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan pada Pasal 21.
- Pemungutan atas pembayaran jasa dari Badan Usaha dalam negeri lainnya yang mana pelaporan ini dilakukan hanya saat adanya transaksi jasa. Hal ini diatur melalui Undang-Undang Pajak Penghasilan pada Pasal 23.
- Pemungutan atas angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Tahunan yang mana pelaporannya berbentuk lampiran Surat Setoran Pajak (SSP) atau Surat Setoran Elektronik (SSE) tiap bulannya. Hal ini diatur melalui Undang-Undang Pajak Penghasilan pada Pasal 25.
- Pemungutan atas pajak yang mengatur terkait pembayaran jasa ke luar negeri contohnya franchise, royalti, atau jasa manajemen yang lainnya. Hal ini diatur melalui Undang-Undang Pajak Penghasilan pada Pasal 26.
- Pemungutan atas penghasilan yang didapatkan oleh perusahaan dalam waktu satu tahun buku atau bulan yang mana pelaporannya dilakukan paling lambat tiga bulan
setelah tahun pajak berakhir. Hal ini diatur melalui Undang-Undang Pajak Penghasilan pada Pasal 29.
- Pemungutan atas sewa ruang dan bangunan yang mana pelaporannya hanya dilakukan jika terjadinya transaksi saja. Hal ini diatur melalui Undang-Undang Pajak Penghasilan pada Pasal 4.
- Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi yang menggunakan faktur pajak standar atau jenis lainnya.
Perbedaan Antara Service Tax dan Service Charge
Seringkali kita menjumpai kata service tax dan service charge yang tertera pada struk pembelian setelah melakukan pembayaran di suatu restoran. Meskipun keduanya terdengar nyaris serupa, tetapi keduanya berbeda.
Service tax atau Pajak Restoran merupakan pajak yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sementara, service charge atau biaya layanan merupakan biaya yang diatur atau ditetapkan oleh pihak restoran.
Biaya layanan atau service charge hanya dilakukan oleh tiap masing-masing restoran yang memberi tarif atas layanan yang diberikan. Namun, biaya layanan tersebut berada di luar Pajak Restoran atau PB1.
Sebab, biaya layanan atau service charge tidak termasuk ke dalam pungutan pajak melainkan masuk ke dalam kas restoran yang terkait.
Selain itu, tarif dari service charge tersebut juga ditetapkan oleh masing-masing pihak restoran. Namun, secara umum tidak sama atau cenderung lebih rendah dibandingkan dengan Pajak Restoran atau PB1 yaitu sekitar 5% atau 7%. Bahkan, adapun yang mencapai 10%.
Sebagaimana telah dipaparkan melalui penulisan di atas, bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca dalam hal agar tidak menyalahartikan penangguhan pajak yang dikenakan atas pelayanan atau pembelian yang dilakukan di suatu
restoran. Selain itu, penulisan di atas juga ditujukan bagi mereka yang ingin membangun badan usaha berupa rumah makan atau restoran agar mengetahui kewajiban yang harus dilaksanakannya.
Sah! Indonesia sebagai perusahaan yang memberi layanan jasa dalam bidang pengurusan legalitas usaha, turut dapat membantu anda dalam mewujudkan membangun badan usaha termasuk yang berbentuk rumah makan atau restoran.
Bagi yang hendak ingin mendirikan badan usaha atau mengurus legalitas usaha, dapat mengunjungi situs laman Sah.co.id.
Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406
Source:
https://klikpajak.id/blog/pajak-restoran-pengertian-tarif-hitung-bayar-dan-lapor-pb1
https://klikpajak.id/blog/pajak-bisnis-restoran-dan-cara-menghitungnya