Sumber Informasi Hukum #1
Pajak  

Teknis Perpajakan Bagi Yayasan di Indonesia

Ilustrasi Alasan Penolakan Nama Yayasan Karena Tidak Membentuk Sebuah Kata

Sah! – Yayasan merupakan suatu organisasi yang bersifat non-profit oriented. Walaupun didirikan tanpa bertujuan untuk mencari keuntungan, namun yayasan sebagai badan usaha juga termasuk subjek pajak.

Pengaturan yayasan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan (UU No. 28/2004).

Yayasan adalah sebuah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota (Pasal 1 Angka 1 UU No.28/2004).

Mengacu pada Pasal 3 Angka 1 UU No.28/2004, dijelaskan bahwa yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang tujuannya dengan mendirikan badan usaha atau ikut serta dalam suatu badan usaha.

Pada prinsipnya, yayasan merupakan subjek Pajak Penghasilan (PPh). Pengakuan penghasilan atau pembebanan biaya pada yayasan berlaku sama dengan bentuk organisasi lainnya. Yayasan akan menyajikan atau melaporkan nilai Sisa Hasil Usaha (SHU) pada akhir periode yang setara dengan laba atau rugi suatu perusahaan.

Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), organisasi nirlaba seperti yayasan mendapatkan sumber daya dari sumbangan pada anggota dan para penyumbang lainnya yang tidak mengharap imbalan apapun dari yayasan tersebut. Perolehan sumber daya tersebut merupakan objek pajak dari yayasan.

Kedudukan yayasan sebagai subjek pajak dapat ditelaah melalui penjelasan Pasal 111 Angka 1 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang menerangkan bahwa bentuk badan baik yang melakukan kegiatan usaha maupun tidak melakukannya, meliputi firma, kongsi, persekutuan, yayasan, organisasi massa, atau organisasi lainnya merupakan subjek pajak.

Merujuk pada ketentuan di atas, dapat dipahami bahwa baik perorangan maupun badan usaha merupakan subjek pajak yang dikenakan pajak penghasilan sebagai kewajiban perpajakan yang telah diatur dalam perundang-undangan.

Sementara itu, objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dikonsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak oleh pihak yang bersangkutan.

Menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU No.6/1983), wajib pajak diartikan sebagai perseorangan atau badan hukum, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pengenaan PPh pada yayasan diperlakukan sama dengan badan usaha pada umumnya, misalnya penghasilan yayasan yang berasal dari laba usaha, imbalan pekerjaan, penghasilan karena bunga, dan penghasilan lainnya (Pasal 4 Angka 1 Huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 (UU No.36/2008) Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan).

Objek Pajak Yayasan

Yayasan memiliki objek pajak yang terdiri dari objek pajak penghasilan dan bukan objek pajak penghasilan sebagaimana termuat dalam UU No.36/2008. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

  • Objek Pajak Penghasilan
  1. Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan, kegiatan, atau jasa
  2. Bunga deposito, bunga obligasi, diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan lainnya
  3. Sewa dan imbalan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta
  4. Keuntungan dari adanya pengalihan harta, termasuk yang berasal dari bantuan sumbangan atau hibah
  • Bukan Objek Pajak Penghasilan
  1. Bantuan, sumbangan, atau zakat yang diterima dari Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah (BAZIS)
  2. Pembagian laba yang diperoleh dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat di Indonesia
  3. Bantuan atau sumbangan dari pemerintah Indonesia

Pengenaan Pajak Bagi Yayasan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU No.7/2021), kewajiban perpajakan bagi yayasan terdiri dari:

  1. PPh Pasal 4 Angka 2
    Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, serta persewaan tanah dan bangunan dapat dikenai pajak bersifat final
  2. PPh Pasal 21
    Kewajiban pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau wajib pajak orang pribadi
  3. PPh Pasal 23
    Kewajiban pemotongan PPh oleh pihak yang wajib membayarkan penghasilan atas penghasilan dengan nama dan bentuk apapun yang dibayarkan, serta disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya
  4. PPh sebesar 15% dari jumlah bruto pada:
    a. Dividen dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian hasil usaha koperasi
    b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti
    c. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh 21
  5. PPh sebesar 2% dari jumlah bruto pada:
    a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali yang telah dikenai PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Angka 2
    b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya selain jasa yang telah dipotong sesuai PPh 21

Oleh karena yayasan juga merupakan subjek pajak yang dibebankan PPh, maka yayasan wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai tanda pengenal wajib pajak (Pasal 2 Angka 1 UU No. 6/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU 7/2021).

Organisasi nirlaba tersebut juga diwajibkan membuat laporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh badan (Pasal 3 Angka 1 UU No.6/1983). Artinya, yayasan tidak akan luput dari sanksi administrasi dan sanksi pidana apabila tidak mematuhi ketentuan pajak yang berlaku.

Sah! menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha, perpajakan, serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.

Apabila hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha, dapat menghubungi Nomor WhatsApp 0851 7300 7406 atau dengan mengunjungi laman sah.co.id. Follow juga Instagram @sahcoid untuk dapatkan informasi ter-update.

Source:

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Jurnal

Temi Utari R., Penerapan Aturan Perpajakan pada Yayasan di Bidang Pendidikan, Jurnal Pajak dan Bisnis, Sekolah Tinggi Perpajakan Indonesia, Vol. 1, No.1 (Maret 2020)

Internet

Anthony Kosasih, Perpajakan dalam Laporan Keuangan Yayasan, Sudah Tahu?, https://klikpajak.id/blog/cara-mengisi-spt-tahunan-badan-yayasan-atau-lsm/ (online), diakses pada 27 Maret 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *